Pembiayaan Pengelolaan Lingkungan – Pengelolaan lingkungan seperti halnya dengan usaha-usaha atau kegiatan lain tentu memerlukan dana untuk membiayai kegiatan tersebut. Dalam kehidupan ini tidak ada sesuatu yang sifatnya bebas tanpa biaya atau pengorbanan demikian pula dengan pengelolaan lingkungan. Untuk mengelola lingkungan dengan baik diperlukan sumber daya yang tidak hanya sumber daya manusia tetapi juga sarana dan pra sarana yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan tersebut.
Yang menjadi pertanyaan adalah darimana dan bagaimana membiayai pengelolaan lingkungan itu? Dari mana sumber dana yang diperlukan dan bagaimana mengalokasikannya sehingga tetap dijamin adanya keadilan dan kesinambungan.
Pembiayaan Pengelolaan Lingkungan
Pemerintahlah yang harus bertanggung jawab mengelola lingkungan secara keseluruhan dan mengatur sedemikian rupa dengan berbagai mekanisme sehingga para individu yang semula kurang berminat mengelola lingkungan akan mau mengelolangya dengan baik.
Instrumen kebijakan untuk membiayai dan mengembalikan sebagian investasi pemerintah dalam pengelolaan lingkungan dapat dibedakan menjadi:
a. Kebijakan pemberian insentif dan subsidi
b. Kebijakan disintensif, pajak dan retribusi
c. Kebijakan penentuan harga sumber daya alam
Instrumen tersebut merupakan instrument ekonomi yang umum digunakan sebagai instrument kebijakan keuangan Negara.
Tanggung jawab pemerintah dalam pengelolaan lingkungan dapat dilakukan dengan menerapkan kebijakan-kebijakan sebagai berikut:
1. Pajak dan Retribusi
Yang dimaksud dengan pajak adalah iuran yang harus dibayar oleh wajib pajak kepada pemerintah tanpa balas jasa secara langsung. Dapat ditunjuk sebagai contoh umum adalah pajak kendaraan bermotor dan pajak lingkungan, tetapi pajak lingkungan ini belum ada di Indonesia. Sedangkan yang dimaksud dengan retribusi adalah iuran yang dibayar oleh pemakai jasa yang diberikan oleh pemerintah dan balas jasa tersebut dapat langsung ditunjuk, seperti pembayaran iuran sampah, iuran air minum dan sebagainya.
Pajak dan retribusi dalam hal pengelolaan lingkungan lebih diarahkan kepada pengendalian pencemaran, yaitu agar para individu atau pengusaha mengurangi pencemaran yang ditimbulkannya dan dibuangnya ke lingkungan alami.
Memang tidak semua pungutan pajak atau retribusi akan memberikan disinsentif dalam mencemari lingkungan. Hal ini sangat tergantung pada elastisitas permintaan terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu pembahasan akan diberikan pada bagaimana pengaruh pajak atau retribusi terhadap tingkat produksi dan kemudian diturunkan pada pengaruhnya terhadap limbah yang dihasilkan.
Misalnya :
Diketahui fungsi permintaan akan tekstil Ptd = 50 – Qt dan fungsi penawaran tekstil Pts = -40 + Qt. pajak lingkungan sebesar 300 rupiah per meter tekstil yang dihasilkan. Bagaimana dampak dari pengenaan pajak tersebut terhadap harga tekstil?
Jawab:
Dik : Ptd = 50 – Qt (dalam ribuan rupiah)
Pts = -40 + 2Qt (dalam ribuan rupiah)
tax = 300 per meter tekstil (0,3)
Dit : Bagaimana dampak dari pengenaan pajak tersebut terhadap harga tekstil?
Penye :
Ptd = Pts
50 – Qt = -40 + 2Qt
3Q = 90
Qt = 30
Jadi jumlah tekstil yang dihasilkan sebanyak 30.000 meter dan harga dasar tertinggi 20.000 dihitung dari fungsi permintaan tekstil.
Caranya:
P = 50 – Qt
P = 50 – 30
P = 20 (dalam ribuan rupiah)
P = 20.000
Apabila ada pajak maka akan menggeser kurva penawaran
Qd = Qs
50 – Qt = -40 + 2Qt + 0,3
3Qt = 89,7
Qt = 29,9
Jadi dengan adanya pajak produksi tekstil berkurang menjadi 29.900 dan harganya naik menjadi 20.100
Dengan kata lain ada pergeseran beban pajak sebesar Rp. 100 kepada konsumen dan produsen tetap menanggung pajak sebesar Rp. 200.
Jumlah penerimaan pajak pemerintah dapat diketahui dengan mengalihkan jumlah produksi yang baru dengan tarif pajak per meter tekstil. Dengan berkurangnnya produk tekstil yang dihasilkan karena adanya pengenaan pajak berarti pula bahwa limbah pencemar yang dihasilkan oleh produsen tekstil juga berkurang.
2. Anggaran Pendapatan dan Belanja
Pemerintah pusat mulai dengan tahun pertama PELITA IV (1983/84-1988/89) telah melaksanakan kebijakan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup melalui empat program pokok yaiutu :
a) inventarisasi dan evaluasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup,
b) penyelamatan hutan, tanah dan air,
c) pembinaan sumberdaya alam dan lingkunagn hidup,
d) pengembangan meteorologi dan geofisika.
Lebih rinci lagi dalam Repelita VI telah dicanangkan pengelolaan lingkungan hidup dengan dana APBN. Namun seperti telah disebutkan dimuka bahwa dana APBN ini tidak jelas darimana asalnya, karena sebagian besar berasal dari pajak umum.
3. Pungutan dan Denda Terhadap Pencemar
Dalam ilmu keuangan negara pungutan dan denda yang dikenakan terhadap pencemaran lingkungan disebut sebagai pajak Pigouvian (Pigouvian Taxes). Pungutan dan denda semacam ini dimaksudkan untuk menurunkan tingkat pencemaran yang dihasilkan oleh perusahaan atau individu dengan cara menginternalkan biaya lingkungan yang semua ditanggung oleh masyarakat.
4. Asuransi Kerugian Lingkungan
Asuransi dalam kaitannya dengan perlindungan lingkungan telah banyak diterapkan di negara-negara maju. Perusahaan – perusahaan industri seperti perminyakan diwajibkan membeli police asuransi untuk menjaga kemungkinan rusaknya lingkungan. Hal ini kemungkinan karena masih sulitnya mengukur besarnya dampak kerusakan lingkungan dan menilainya dalam rupiah atau dolar.
5. Uang Tanggungan (Deposit)
Dalam cara ini pengelola lingkungan di daerah (BAPEDALDA) dapat meminta uang jaminan (deposit) dari para pemrakarsa atau pengusaha yang akan beroperasi atau melakukan kegiatan yang berpotensi merusak atau mencemari lingkungan.
6. Penentuan Harga Sumber Daya Alam
Selama ini sumber daya alam dianggap sebagai anugerah tuhan sehingga, tidak perlu dilakukan pembayaran bagi siapa saja yang memanfaatkannya. Konsep ini telah mengakibatkan adanya pengambilan secara berlebihan dan tidak ada biaya perbaikkan atau pemeliharaan sumber daya alam tersebut karena itu konsep insentif ekonomi perlu diterapkan yaitu menentukan harga sumber daya alam dan mengharuskan siapa saja yang mengambil dan memanfaatkannya untuk melakukan pembayaran harga sumber daya alam yang masih ada di dalam bumi dapat ditentukan misalnya dengan konsep rente ekonomi. Dengan demikian pemerintah daerah akan memiliki sumber dana tambahan untuk pengelolaan lingkungan.
7. Dana Internasional
Secara internasional ada dana yang tersedia untuk mempertahankan kualitas lingkungan secara global. Negara-negara maju telah menyadari bahwa konsep lingkungan ini tidak mengenal batas, sehingga memburuknya kondisi lingkungan di suatu daerah atau suatu negara akan mempunyai dampak yang negative pula bagi Negara lain.
Banyak Negara maju bersedia membantu Negara sedang berkembang untuk memperbaiki kondisi lingkungannnya, seperti Norwegia, Prancis, Jerman, Jepang dan Australia telah lama memberikan bantuan perbaikan dan pengelolaan lingkungan dalam bentuk bantuan tenaga ahli maupun kerjasama dalam pelaksanaan dan pembiayaannya.
Sumber-sumber pembiyaan potensial terdiri dari APBN, APBD, pungutan bea masuk, pengembalian keuntungan perusahaan, keuntungan penanaman modal, keuntungan BUMN, pungutan biaya pemakaian air, pajak khusus, pajak pemeliharaan lingkungan, pembangunan bersyarat dalam persetujuan konsensi ekstraktif, dll.
Sumber :
https://choup3er.blogspot.co.id/2010/12/ekonomi-sda-dan-lingkungan-resume.html