Teori Ekonomi Sumber Daya Manusia Teori Ekonomi Sumber Daya Manusia

Teori Ekonomi Sumber Daya Manusia (ESDM)

Teori Ekonomi Sumber Daya Manusia (ESDM) – Ilmu ekonomi sumber daya manusia merupakan salah satu cabang dari ilmu ekonomi. Ilmu ini merujuk pada kapasitas dan kemampuan sumber daya manusia dalam melakukan kegiatan ekonomi.

Sesuai bidang pembahasannya, maka yang dijadikan objek pengamatannya adalah manusia beserta segala tindakan – tindakannya.

Teori Ekonomi Sumber Daya Manusia

Sejak tahun 1700-an, para ahli ekonomi telah memikirkan tentang pengaruh sumer daya manusia terhadap gerak perekonomian.

Hasil dari pemikiran mereka kemudian dinamakan sebagai teori sumber daya manusia. Ada beberapa ahli ekonomi yang sempat berkontribusi melahirkan teori tentang sumber daya manusia, diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Toeri Klasik Adam Smith (1729-1790)

Adam Smith merupakan tokoh utama dari aliran ekonomi yang kemudian dikenal sebagai aliran klasik. Adam Smith menganggap bahwa manusialah sebagai faktor produksi yang utama yang menentukan kemakmuran bangsa – bangsa.

Alasannya, alam (tanah) tidak ada artinya kalau tidak ada sumber daya manusia yang pandai mengolahnya sehingga bermanfaat bagi kehidupan.

Dengan kata lain, alokasi sumber daya manusia yang efektif merupakan syarat perlu bagi pertumbuhan ekonomi.

2. Teori Klasik JB. Say (1767-1832)

Menurut JB. Say, setiap penawaran akan menciptakan permintaannya sendiri (supply creates is own demand). Pendapat Say ini disebut Hukum Say. 

Hukum Say didasarkan pada asumsi bahwa nilai produksi selalu sama dengan pendapatan. Tiap ada produksi, pasiti ada pendapatan, yang nilainya sama persis dengan nilai produksinya tadi.

Baca Juga :   Fungsi dan Peranan Koperasi

Dengan demikian dalam keadaan keseimnbangan, produksi cenderung menciptakan permintaan sendiri akan produksi barang yang bersangkutan.

Dengan asumsi seperti ini ia menganggap bahwa peningkatan produksi akan selalu diiringi dengan peningkatan pendapatan. Jadi, dalam perekonomian yang menganut pasar persaingan sempurna tidak akan pernah terjadi kelebihan penawaran.

3. Teori Maltus (1766-1834)

Beranggapan bahwa manusia berkembang jauh lebih cepat dibandingkan dengan produksi hasil pertanian, untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Maltus berpendapat bahwa jumlah penduduk yang tinggi pasti mengakibatkan turunnya produksi perkepala.

Dalam Essay on the principles of population (1798) ia mengatakan bahwa satu-satuya cara untuk menghindarkan malapetaka adalah dengan melakukan kontrol atau pengawasan atas pertumbuhan penduduk.

4. Teori Keynes (1883-1946)

John Maynard Keynes mengkritik teori Say, dalam kenyataannya permintaan lebih kecil dari pada penawaran, dan pendapatan akan ditabung dan tidak semuanya di pakai untuk konsiumsi (permintaan efektif lebih kecil dari total produksi). 

Penggunaan tenaga kerja penuh (fully employed) tidak akan dicapai karena tenaga kerja tidak akan bekerja sesuai pandangan klasik. Para pekerja mempunyai semacam serikat kerja (labor union) yang akan berusaha memperjuangkan kepentingan buruh dari penurunan tingkat upah.

Bila kurva harga turun, maka kurva nilai produktivitas tenaga kerja (marginal value of productivity of labor) yang di jadikan patokan dalam mempekerjakan tenaga kerja ikut turun.

5. Teori Harrod-Domar (1946)

Teori harrod-Domar dikenal sebagai teori pertumbuhan. Menurut teori ini investasi tidak hanya menciptakan permintaan, tetapi juga memperbesar kapasitas produksi.

Kegiatan produksi yang membesar membutuhkan permintaan yang besar pula agar produksi tidak menurun. Jika kapasitas yang membesar tidak diikuti dengn permintaan yang besar pula, surplus akan muncul dan disusul penurunan jumlah produksi.

Baca Juga :   Faktor Penyebab Kegagalan Pasar

6. Teori Coale-Hoaver

Berbeda dengan Solow, Coale-Hoaver tidak hanya melihat penduduk sebagai input dalam proses produksi tetapi juga segai konsumen produksi.

Coale-Hoaver juga berbeda dengan Keynes yang memusatkan perhatian pada negara kaya (dengan masalah permintaan agregatnya). Coale-Hover memperhatikan persoalan di negara miskin. 

Menurutnya kemiskinan bukan akibat kurangnya permintaan agregatif tetapi akibat kurangnya modal fisik dengan pembangunan, vigor, enterprise dan adaptability pada semua komponen angkatan.

Dia berpendapat bahwa perubahan penduduk akan terasa pada penduduk sebagai input proses produksi setelah kurun waktu tiga puluh tahun.

7. Teori Ester Boserup

Ester Boserup menyimpulkan bahwa pertumbuhan penduduk mengakibatkan dipakainya sistem pertanian yang lebih intensif di suatu masyarakat primitive sehingga meningkatnya output disektor pertanian.

Ester juga berpendapat bahwa penduduk berakibat dipilihnya sistem teknologi pertanian pada tingkat yang lebih tinggi. 

Penduduk mendorong diterimanya suatu inovasi (teknologi) baru. Inovasi hanya akan menguntungkan bila jumlah penduduk lebih banyak.

8. Teori Rational Expectation (Ratex)

Aliran Ratex menganggap bahwa perekomomian cenderung pada keseimbangan. Oleh karena itu tidak perlu lagi adanya kebijaksanaan stabilitas seperti yang digunakan di masa Keynes.

Aliran ini berasumsi bahwa masyarakat tidak bodoh. Orang selalu berusaha mengejar kepentingan mereka sendiri dengan menggunakan semua informasi yang mereka punyai untuk memperkirakan apa yang akan terjadi dan apa yang melandasi semua tingkah lakunya. 

Aliran ini membahas aspek ketenagakerjaan seperti permintaan dan penawaran secara mendalam.

Menurut aliran ini perubahan permintaan melalui ekspansi moneter atau rangsangan fiscal akan meningkatkan output kerja atau employment bila masyarakat tidak menduga adanya kenaikan permintaan itu.

Sumber:
https://sahirbangetz.wordpress.com/2013/06/16/pengertian-esdm

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *